Samstag, 28. November 2020

Maknyaaas!!


Ketika musim lapar datang di zona kekenyangan, hanya makanan yang menyertai perjalanan hidup sejak kecillah yang dicari-cari, apalagi jika makanan itu susah didapat makin dicarilah kemana-mana. Sialnya jika tak ada warung yang jual di tempat yang baru atau asing. Terpaksa bakat terpendam muncul ke permukaan, dengan guru yang ada di mana-mana, karena ilmu sifatnya abstrak, dan makanan harus bisa dimakan, yang material harus tetap diwujudkan, hasilnya koki jadi-jadian.

Ketika yang ada cuma bahan-bahan, dengan sedikit referensi yang dikutip dari sana-sini, berani memasak adalah kunci! Tempe untungnya bisa dibeli di toko asia, impor dari belanda, yang kemungkinan juga orang kita juga yang produksi, atau setidaknya pengusahanya pernah merasakan betapa lezat dan bergizinya makanan hasil fermentasi kedelai yang asal usulnya konon dari bayat klaten jawa tengah Indonesia ini. Negara kepulauan yang sangat majemuk dengan aneka hasil olahan makanan yang tak ada dua di belahan bumi mana pun. Negara yang sampai sekarang masih terbata-bata mendefinisikan dirinya. 

Ah sudahlah yang penting Kering Tempe hasil olahan yang penuh bumbu dari tempe mentah, dikombinasikan dengan irisan kentang, yang kebetulan lebih murah jika dibandingkan dengan di tanah air, juga butiran kacang tanah. Penuh irama musik rasanya, sebagai intro atau pembuka adalah rasa manis gula jawa, istilah kami menyebut gula merah dari nira kelapa, diselingi gurih, asin bersahutan lalu ditutup pedasnya cabe rawit, sebuah ending yang kadang bikin kaget orang yang tidak terbiasa atau belum kenal, Maknyaas!

Enjoy it

Freitag, 25. Dezember 2015

intermezzo

Aruna dan lidahnya, gara-gara buku ini aku ketinggalan gulungan lukisanku di S Bahn, jumat 2 minggu yang lalu. Petualangan 3 orang sahabat yang berburu kuliner di beberapa kota Indonesia, yang kebetulan sedang ada kasus flu burung pada manusia. kesimpulannya aku semakin bangga menjadi orang indonesia yang mempunyai referensi rasa tiada duanya di dunia!
Kejayaan masa silam yang selalu didengungkan di telinga kami siswa sekolah dasar inpres tentang mengapa orang asing datang ke wilayah nusantara itu kini semakin pudar maknanya, jika tak ada usaha revitalisasi yang nyata, selain dongeng-dongeng yang meninabobokan.
Banyak yang nggak tahu kalau kita sebenarnya masih punya potensi yang gila, bukannya hanya di masa lalu tapi masa sekarang, saat ini, contohnya kakao, indonesia adalah pengekspor kedua terbesar di dunia biji kakao, yang merupakan bahan mentah makanan coklat yang digandrungi di seluruh dunia. Belum lagi kopi, kopi termahal di dunia asalnya ya dari nusantara.
Nah lo.. tunggu apa lagi segera bikin sesuatu dari potensi yang ada, dunia akan terkinthil-kinthil dengan produk indonesia... yak sip!

Freitag, 23. Oktober 2015

spice it up!

Bis yang aku tumpangi jam 5 pagi sampai di stasiun Frankfurt, lebih cepat satu jam dari yang dijadwalkan. Tak enak membangunkan teman yang mau menampung perantau dari kota sebelah ini, aku putuskan untuk nongkrong di stasiun sama teman yang tak sengaja berbarengan naik bis dari münchen. Dia juga harus menunggu sampai jam kantor buka, jadi klop! kami nongkrong ngobrol ngalor-ngidul.. membunuh waktu.

Setiap kali kebelet kencing kami mencari wc di kereta jarak jauh yang sedang parkir, tentu saja dengan melihat dulu jadwal keberangkatan kereta itu, untung ada layar digital yang menginformasikan data dan jadwal kereta. Beberapa puluh menit nongkrong di peron ternyata dingin juga, kami pun masuk ke sebuah toko buku dan majalah yang baru mulai buka.. lumayan untuk menghangatkan diri.

Sekitar jam setengah 8 teman mengirim WA, agar aku segera datang ke rumahnya untuk sarapan pagi. Akhirnya ku cabut ke Offenbach tempat tinggal teman, orang polandia yang dulu tinggal di münchen dan baru 14 bulan pindah ke situ. Jaraknya 40 menit dari stasiun Frankfurt. Sampai di sana aku disuguhi kopi, lalu kami berangkat belanja sarapan pagi, sarapan khas bavaria, yaitu: Breze dan weißwurst.

Perut kenyang mata ngantuk, tapi apa boleh buat jadwal di kota ini sdh terjadwal ketat!.. hari ini rencananya adalah keliling semua museum dan galery, baru besoknya agenda ke Buchmesse. Beruntung aku masih berstatus mahasiswa, jadi tiket hanya 10 euro untuk semua museum di frankfurt dan berlaku selama 2 hari!.

Hampir semua museum ku datangi, tinggal städel Museum yang belum dapat giliran sore itu. Sementara temanku yang sejak tadi menyertaiku sudah mengundurkan diri dari lawatan museum, karena dia harus kerja. Hari sudah sore menjelang malam, cuaca dingin menusuk tulang khas musim gugur, anginnya apalagi. wah sungguh pas dengan langit penuh awan kelabu yang mengancam. Aku bergegas dengan perut keroncongan minta jatah lagi, melewati jembatan menuju Städel museum. Setelah sampai diujung jembatan tak disangka dan dinyana.. ada gerobak angkringan berbentuk kapal! pikiran ku saat itu langsung makan, berapa pun harganya!

Adalah sate dengan lontongnya olahan chef Ketut yang sudah lama tinggal di frankfurt. Harganya terjangkau sekali, cuma 5 euro bisa nambah lontong pula. Ketika itu warungnya baru saja buka, dan seketika banyak pengunjungnya, walaupun tulisan penjelasan warung kecil sekali. Warung angkringan tersebut adalah bagian dari serangkaian program yang diadakan panitia indonesia, yang tahun ini sebagai tamu kehormatan di Buchmesse frankfurt. Di tempat itu aku bertemu dengan rombongan wartawan dari indonesia, suasana makan menjadi seperti di tanah air. Setelah makan aku mengajak mereka ikut ke museum städel, untuk santapan rohani setelah kenyang jasmani.



Montag, 12. Oktober 2015

Nasi Tumpeng






Tanggal sembilan kemarin hari ulang tahun yang ketiga anakku satu-satunya, sampai hari ini 13.10. belum sempat dirayakan karena pas hari lahirnya itu dia masih demam, terjangkit virus!.
Selama 5 hari sejak hari minggu sampai jumat, panasnya naik turun, terutama kalau malam hari! Akhirnya tubuhnya setelah seminggu bisa menetralisir serangan virus tersebut tanpa perlu ke dokter. Sehari sebelum sembuh istriku menelpon dokter untuk konsultasi, dan diberi tahu obat homeopathie yang bisa membantu. Sekarang kondisinya membaik, namun masih ada beberapa batuk keluar dari mulutnya.
Sampai sekarang agar nggak kecewa, kami belum juga mengucapkan selamat ulang tahun. Acara mengundang teman-teman kecilnya yang dijadwalkan hari minggu kemarin dibatalkan, diundur seminggu.

Foto nasi tumpeng di atas kami buat ketika anindya merayakan sepasaran. Sepasaran adalah 5 hari, jumlah hari dalam perhitungan jawa dalam seminggu. Nama-nama hari tersebut adalah legi, pahing, pon, wage, dan kliwon. Setiap daerah di jawa memiliki tradisi jadwal pasar yang harinya memakai nama yang 5 tadi. Dalam satu wilayah akan terbagi 5 kali pasar yang berpindah menurut jadwal yang sudah disepakati tanpa ditulis ulang. Penamaan hari yang langsung berhubungan dengan pasar dalam hal ini perdagangan menandakan bahwa masyarakat jawa khususnya memiliki mental wirausaha.

Resep dan cara membuat nasi tumpeng di atas, aku dapatkan selain survey di google juga nasehat teman yang sering membuat tumpeng. Yang tak kalah pentingnya adalah eksperimen!. Beberapa kali mencoba pada awalnya selalu gagal, misalnya nasinya langsung melorot ketika cetakan kerucutnya di copot. Belakangan ketahuan kalau campuran beras ketannya terlampau sedikit. Atau ketika memasak terlalu sedikit air sehingga nasinya nglethis alias keras masih terasa berasnya. Sampai akhirnya terjadilah foto di atas. Nah.. kata orang bijak pengalaman adalah guru yang paling baik. Maka selamat mencoba dan mencoba suatu saat pasti akan bisa dan ahli, di bidang apapun!.

Samstag, 19. September 2015

Kang Kung di München

Suatu ketika aku belanja di Orient Shop, toko yang menjual sembako dari asia milik orang vietnam di München. Tujuan utama adalah memburu tempe yang langka, apalagi hari sabtu!,  karena kiriman dari belanda biasanya sampai hari selasa dan sampai akhir minggu tak akan kebagian.
Benar juga tempe habis yang ada tahu yang sudah dikemas, terus karena ingin masak sayur juga aku ambil kangkung yang dikemas plastik, cuma beberapa helai isinya, mungkin lima batang beserta daun-daun yang kurus, harganya jangan tanya.. kalau dirupiahkan mungkin 50.000 rupiah.
Kemudian datang ibu-ibu muda yang langsung menegur, dari indonesia ya?
Mungkin kasihan melihatku yang memegang kangkung kurus kering itu, lalu dia kasih tips!
"Kalau beli sayur jangan di sini, mendingan di toko sebelah! di situ jauh lebih murah", dengan sigap dia mengambil dan mengembalikan lagi sayuran dan sereh yang tadi aku sudah masukin ke keranjang belanja.
Pete yang tadi aku ambil tak jadi diambilnya karena dia bilang pete memang nggak ada di toko sebelah, haha..

Setelah bayar di kasir, lalu bergegas ke toko sebelah, toko asia juga namun namanya sulit dihafal, lagi pula nggak penting, yang penting tahu tempat dan jam buka. Aku masuk ke bagian sayur yang berada di pojok belakang yang melewati lorong sempit penuh dagangan, mirip pasar-pasar di tanah air. Memang display toko ini sangat berbeda dengan toko yang biasa aku datangi, lebih semrawut dan tumpuk undung. Aku jarang ke sini karena tahu kalau harga tempe lebih mahal sedikit dengan di toko langganan, walaupun sama pabriknya.
Pintu seng itu yang sempit menuju ruangan sayur aku buka, langsung tercium aroma daun-daunan dan hawa dingin untuk menyelamatkan barang segar dari kebusukan.

Eureka! Ternyata memang benar, di sebelah kiri ketika aku sudah berada di dalam ruangan dingin itu, ada tumpukan kangkung yang tampak segar, mirip di pasar! kangkung tersebut cuma diikat, pakai karet gelang!(di sini nggak ada bambu siladan). Masing-masing ikatan Kangkung dengan diameter kurang lebih 12 cm dijual dengan harga 1 euro! alias cuma 17.000 dengan kurs paling jelek sepanjang sejarah rupiah. 
Saya berhutang pengetahuan kepada ibu muda tadi yang tak sempat berkenalan, makasih!.
Seperti menemukan sesuatu yang selama ini dicari, dalam hati, saya berteriak kegirangan! mungkin saja rasa bahagia itu otomatis terpancar pada wajah saya ketika bayar di kasir, cuma 1 euro brow!
Karena begitu senangnya mendapat barang yang mengandung banyak zat besi itu aku lupa mengambil sereh, tapi aku rapopo. Akhirnya tumis kangkung menghiasi meja makan kami lebih sering dari pada sebelumnya. Yak Sip! oseng-oseng bung!

Freitag, 1. Mai 2015

Gula Jawa

Pada suatu ketika, kami berbelanja ke sebuah toko yang menjual produk-produk organik, aku mengambil majalah gratisan yang isinya informasi seputar bio dst. Nama majalah itu Schrot & Korn. Schrot artinya gilingan kasar padi-padian yang beberapa kulitnya juga masih ikut, sedangkan korn artinya biji. Mungkin gabungan dua kata tersebut untuk menggiring pembaca pada sesuatu yang alami nan organik, sesuai pangsa pasar yang ingin disasar toko tersebut.


Isi majalah di atas memang lebih banyak iklannya, iklan yang kadangkala mencerahkan bagi pemuja produk bio. Sesampainya di rumah baru ada kesempatan membolak-balik majalah itu, sampai kemudian pada halaman 28, ada yang menarik terutama untuk orang jawa. Ada sebuah iklan produk minuman berenergi yang berjudul Gula Java Matcha dan Gula Java Cacao!





Kita tahu bahwa gula jawa memang mempunyai khasiat yang luar biasa, dulu ketika menjalani ospek di ISI Yogyakarta, kami disuruh membawa 2 botol minuman yang digantung pada samping celana hitam pencak silat, satu air putih satunya lagi air gula jawa. Para Tatib tahu kalau air gula jawa mampu menjaga kondisi badan mahasiswa baru, jadi walaupun di plonco sepanjang hari, badan tetap kuat dan tegar, haha..

Kita semua juga tahu kalau negara kita adalah pengekspor terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading biji Cacao atau kakao atau coklat. Kita juga lagi-lagi tahu kalau produk akhir coklat masih relatif mahal untuk kantong orang kebanyakan, padahal di bumi kitalah bahan mentah itu dihasilkan. 

Kembali ke produk yang diiklankan tersebut:
Dikatakan kalau meminum produk gula jawa yang dicampur Matcha (teh hijau) akan menambah konsentrasi belajar!, terutama dianjurkan kepada pelajar dan mahasiswa. Sedangkan Gula jawa yang diracik dengan kakao akan membantu menjaga stamina sepanjang hari!
Sebagai penguat argumen, dicantumkan kutipan dari tokoh-tokoh terkenal (atlet pemenang olimpiade dst.) maupun konsumen biasa, yang semuanya memuji khasiat minuman tersebut.




Pada kenyataannya saya belum pernah mencobanya, cuma tertarik saja menuliskan di sini. Siapa tahu bisa mencerahkan saudara-saudara sebangsa dan tanah air.. hehe
Sudah saatnya kita bukan penghasil bahan mentah saja namun juga penghasil barang akhir yang langsung dinikmati sendiri. Ingat jumlah penduduk Indonesia terbanyak kelima, artinya kita sendiri adalah pasar terbesar kelima di dunia!!

Salam kreatif!

Montag, 6. April 2015

Yihaa Sop Ayam, selamat datang sehat!

Akhirnya fit lagi badan ini..
Di münchen bulan terakhir kena serangan badai flu dan batuk. Kami sekeluarga termasuk korbannya. Di mana-mana selalu saja ada soundtrack orang batuk.
Untung kami punya resep jitu untuk menambah daya tahan tubuh mengahadapi serangan virus yang bandel.
Ialah sop ayam! hampir setiap hari kami masak sop ayam, konon kabarnya kaldu ayam mampu membantu memerangi radang tenggorokan. Selain itu juga untuk meningkatkan nafsu makan, kita tahu kalau sedang tak enak badan saraf di lidah juga terganggu menjadikan kegiatan makan juga tak enak.

Untuk membuat sop ayam ala kami sangat mudah. Cukup satu ayam yang sudah dibubuti bulunya, dan dipotong-potong, dimasukan ke dalam air yang sudah diberi bumbu kemudian di rebus sampai matang, selesai!

Bumbu-bumbunya juga sangat sederhana, cukup bawang putih, kunyit, sereh, daun jeruk nipis, daun salam, jahe, pala, dan sedikit merica, ups.. jangan lupa garam haha.
Bumbu yang dihaluskan adalah: bawang putih, merica dan garam. sedangkan jahe dan sereh cukup dikeprek atau dipukul-pukul biar seratnya terbuka, untuk daun salam dan daun jeruk nipis masukkan saja kedalam panci, beres.

Setelah dibiarkan mendidih agak lama supaya daging ayam benar-benar masak, ayam kemudian diangkat dan kuah belas rebusan ayam bisa ditambah air, dan ditambah bumbu lagi. Ayam yang sudah masak bisa digoreng atau di biarkan saja.
Sebagai kelengkapan gizi kuah kaldu ayam bisa di tambah irisan wortel, irisan kol, tauge, tahun goreng, tempe goreng, bakwan, kerupuk, bawang goreng dan lain sebagainya, tergantung selera.

Jika ada yang bingung berapa siung bawang putih? berapa gram pala dan ukuran tetek bengek lainnya, saya hanya bisa menyarankan: silahkan bereksperimen, karena setiap lidah punya kebiasaan.
Lagi pula urusan makanan dan rasa tidak bisa dengan solusi matematika.
Dengan rajin dan sering memasak anda akan tahu bumbu apa dan berapa takarannya cocok untuk lidah dan perut anda.

Penyajiannya akan semakin mantab jika ada irisan jeruk nipis, bawang goreng, kecap manis sebagai ubo rampenya. Pastinya juga nasi tak boleh ketinggalan!. Mau pakai piring atau mangkok terserah, kalau di warung biasanya pakai mangkok, yang jelas kalau piring harus yang cekung bukan yang datar. Daging ayam dapat pula disuwir-suwir agar semua kebagian..haha.

Selamat mencoba dan semoga tetap sehat!