Freitag, 23. Oktober 2015

spice it up!

Bis yang aku tumpangi jam 5 pagi sampai di stasiun Frankfurt, lebih cepat satu jam dari yang dijadwalkan. Tak enak membangunkan teman yang mau menampung perantau dari kota sebelah ini, aku putuskan untuk nongkrong di stasiun sama teman yang tak sengaja berbarengan naik bis dari münchen. Dia juga harus menunggu sampai jam kantor buka, jadi klop! kami nongkrong ngobrol ngalor-ngidul.. membunuh waktu.

Setiap kali kebelet kencing kami mencari wc di kereta jarak jauh yang sedang parkir, tentu saja dengan melihat dulu jadwal keberangkatan kereta itu, untung ada layar digital yang menginformasikan data dan jadwal kereta. Beberapa puluh menit nongkrong di peron ternyata dingin juga, kami pun masuk ke sebuah toko buku dan majalah yang baru mulai buka.. lumayan untuk menghangatkan diri.

Sekitar jam setengah 8 teman mengirim WA, agar aku segera datang ke rumahnya untuk sarapan pagi. Akhirnya ku cabut ke Offenbach tempat tinggal teman, orang polandia yang dulu tinggal di münchen dan baru 14 bulan pindah ke situ. Jaraknya 40 menit dari stasiun Frankfurt. Sampai di sana aku disuguhi kopi, lalu kami berangkat belanja sarapan pagi, sarapan khas bavaria, yaitu: Breze dan weißwurst.

Perut kenyang mata ngantuk, tapi apa boleh buat jadwal di kota ini sdh terjadwal ketat!.. hari ini rencananya adalah keliling semua museum dan galery, baru besoknya agenda ke Buchmesse. Beruntung aku masih berstatus mahasiswa, jadi tiket hanya 10 euro untuk semua museum di frankfurt dan berlaku selama 2 hari!.

Hampir semua museum ku datangi, tinggal städel Museum yang belum dapat giliran sore itu. Sementara temanku yang sejak tadi menyertaiku sudah mengundurkan diri dari lawatan museum, karena dia harus kerja. Hari sudah sore menjelang malam, cuaca dingin menusuk tulang khas musim gugur, anginnya apalagi. wah sungguh pas dengan langit penuh awan kelabu yang mengancam. Aku bergegas dengan perut keroncongan minta jatah lagi, melewati jembatan menuju Städel museum. Setelah sampai diujung jembatan tak disangka dan dinyana.. ada gerobak angkringan berbentuk kapal! pikiran ku saat itu langsung makan, berapa pun harganya!

Adalah sate dengan lontongnya olahan chef Ketut yang sudah lama tinggal di frankfurt. Harganya terjangkau sekali, cuma 5 euro bisa nambah lontong pula. Ketika itu warungnya baru saja buka, dan seketika banyak pengunjungnya, walaupun tulisan penjelasan warung kecil sekali. Warung angkringan tersebut adalah bagian dari serangkaian program yang diadakan panitia indonesia, yang tahun ini sebagai tamu kehormatan di Buchmesse frankfurt. Di tempat itu aku bertemu dengan rombongan wartawan dari indonesia, suasana makan menjadi seperti di tanah air. Setelah makan aku mengajak mereka ikut ke museum städel, untuk santapan rohani setelah kenyang jasmani.



Montag, 12. Oktober 2015

Nasi Tumpeng






Tanggal sembilan kemarin hari ulang tahun yang ketiga anakku satu-satunya, sampai hari ini 13.10. belum sempat dirayakan karena pas hari lahirnya itu dia masih demam, terjangkit virus!.
Selama 5 hari sejak hari minggu sampai jumat, panasnya naik turun, terutama kalau malam hari! Akhirnya tubuhnya setelah seminggu bisa menetralisir serangan virus tersebut tanpa perlu ke dokter. Sehari sebelum sembuh istriku menelpon dokter untuk konsultasi, dan diberi tahu obat homeopathie yang bisa membantu. Sekarang kondisinya membaik, namun masih ada beberapa batuk keluar dari mulutnya.
Sampai sekarang agar nggak kecewa, kami belum juga mengucapkan selamat ulang tahun. Acara mengundang teman-teman kecilnya yang dijadwalkan hari minggu kemarin dibatalkan, diundur seminggu.

Foto nasi tumpeng di atas kami buat ketika anindya merayakan sepasaran. Sepasaran adalah 5 hari, jumlah hari dalam perhitungan jawa dalam seminggu. Nama-nama hari tersebut adalah legi, pahing, pon, wage, dan kliwon. Setiap daerah di jawa memiliki tradisi jadwal pasar yang harinya memakai nama yang 5 tadi. Dalam satu wilayah akan terbagi 5 kali pasar yang berpindah menurut jadwal yang sudah disepakati tanpa ditulis ulang. Penamaan hari yang langsung berhubungan dengan pasar dalam hal ini perdagangan menandakan bahwa masyarakat jawa khususnya memiliki mental wirausaha.

Resep dan cara membuat nasi tumpeng di atas, aku dapatkan selain survey di google juga nasehat teman yang sering membuat tumpeng. Yang tak kalah pentingnya adalah eksperimen!. Beberapa kali mencoba pada awalnya selalu gagal, misalnya nasinya langsung melorot ketika cetakan kerucutnya di copot. Belakangan ketahuan kalau campuran beras ketannya terlampau sedikit. Atau ketika memasak terlalu sedikit air sehingga nasinya nglethis alias keras masih terasa berasnya. Sampai akhirnya terjadilah foto di atas. Nah.. kata orang bijak pengalaman adalah guru yang paling baik. Maka selamat mencoba dan mencoba suatu saat pasti akan bisa dan ahli, di bidang apapun!.